Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
14.
Hampir Malam Di New York
Sekitar
jam 2:00 siang, masih di hari Rabu, 5 Juli 2000, kami
meninggalkan halaman parkir di depan Gedung Capitol dan segera
menuju ke luar kota Washington DC. Di jalan 7th Street
yang lurus ke utara, semula saya akan masuk ke jalan New York
Avenue atau Highway 50. Tapi rupanya saya kebablasan, akhirnya
saya mengambil jalan Rhode Island Avenue atau Highway 1 untuk
menuju ke Interstate 95 yang menuju arah timur laut.
Hampir
satu jam saya menghabiskan waktu untuk keluar dari Washington DC.
Selain lalulintas cukup ramai, banyak melalui perempatan ber-traffic
light, juga sempat berhenti dulu untuk menambah BBM. Baru
setelah berada di Interstate 95 saya bisa melaju agak cepat.
Itupun belum berani dengan kecepatan maksimum mengingat lalu
lintas di jalan bebas hambatan ini masih cukup padat.
Jarak
yang saya rencanakan hari ini dari Washington DC menuju New York
adalah sekitar 260 mil (416 km), kalau saya tempuh langsung
kira-kira akan memakan waktu 4 jam. Cuaca sangat cerah, bahkan
panas, sehingga saya memperkirakan akan dapat melaju lebih cepat
saat keluar agak jauh dari Washington DC nanti.
Rupanya
perkiraan saya meleset. Saat memasuki kota Baltimore, masih di
wilayah negara bagian Maryland, arus lalu lintas masih juga
padat. Melihat kondisi lalu lintas yang seperti ini, saya mulai
mengantisipasi bahwa kelihatannya arus lalu lintas akan terus
padat hingga sampai kota New York. Terpaksa saya harus selalu
mengendalikan kecepatan.
Melewati
kota Baltimore, lalu tiba di kota Wilmington yang merupakan kota
terbesar di negara bagian Delaware. Saya tidak mempunyai rencana
khusus di negara bagian Delaware yang beribukota di Dover dan
mempunyai nama julukan sebagai Diamond State. Dari
Wilmington perjalanan saya teruskan hingga tiba di kota
Philadelphia yang merupakan kota terbesar di negara bagian
Pennsylvania.
Philadephia
berada di perbatasan dengan negara bagian New Jersey tepat di
pinggir barat sungai Delaware. Dari Interstate 95 yang dibangun
melintas di atas kota Philadelphia, nampak pemandangan kota yang
padat dengan gedung-gedung tingginya.
Sebenarnya
ada yang menarik yang ingin saya kunjungi di negara bagian
Pennsylvania ini, yaitu masyarakat Amish dengan pola hidup
tradisionalnya. Mirip-mirip masyarakat Badui di Banten. Tetapi
untuk mencapai daerah ini saya mesti berbelok ke barat cukup jauh
menuju kota Lancaster. Kelihatannya waktu saya tidak akan
mencukupi karena berangkat dari Washington DC tadi sudah terlalu
siang. Akhirnya rencana itu saya batalkan.
Sebagai
gantinya, saya mendadak merencanakan untuk mampir ke kota
Atlantic City di wilayah negara bagian New Jersey melalui jalan
bebas hambatan Atlantic City Expressway. Dari Atlantic City
selanjutnya saya tidak perlu kembali ke Philadelphia tetapi dapat
langsung ke arah New York melalui jalan tembus Garden Street
Parkway. Atlantic City adalah kota yang terletak di pantai timur
New Jersey di pinggiran Samudra Atlantic. Kota ini terkenal
sebagai kota pantai yang indah dan merupakan kota judi seperti
Las Vegas di negara bagian Nevada.
Menyusuri
Interstate 95 di atas kota Philadelphia, saya kurang cermat
memperhatikan tanda-tanda karena ngobrol dengan anak-anak tentang
kota ini. Ya, kebablasan lagi, ketika seharusnya saya berbelok ke
Interstate 76 yang menuju jembatan Walt Whitman di atas sungai
Delaware.
Saya
lalu mengambil exit (jalan keluar) agak ke utara,
cepat-cepat membuka peta kota Philadelphia sambil menyusuri
jalan-jalan kota dengan maksud berbalik ke selatan. Karena jalan
yang saya ambil berbelok-belok dan banyak melewati persimpangan,
akhirnya malah jadi keliling kota Philadelphia dan tidak
tembus-tembus ke Interstate 76.
Sebelum
semakin kehilangan arah, saya memutuskan untuk kembali saja ke
Interstate 95 tetapi yang arahnya menuju selatan. Saya pikir
pasti akan lebih mudah untuk selanjutnya menemukan jalan yang
menuju jembatan Walt Whitman untuk menyambung ke Atlantic City
Expressway. Benar juga, ternyata memang lebih cepat dibandingkan
kalau saya tadi melanjutkan melalui jalan-jalan kota. Segera saja
saya melaju ke timur menuju kota Atlantic City.
Tiba
di kota kecil Blackwood setelah berjalan kira-kira 15 mil (24
km), anak-anak ngajak berhenti di McDonald. Saat itu sudah
menjelang jam 6:00 sore. Cuaca masih sangat cerah dan matahari
masih tinggi. Sambil menunggu anak-anak dan ibunya membeli
makanan, sekalian mengistirahatkan kendaraan karena sejak tadi
belum berhenti. Kesempatan ini saya gunakan untuk membuka peta,
mempelajari perubahan rute, serta menghitung-hitung lagi jarak
tempuh dan perkiraan waktunya.
Hasilnya?
Rupanya saya tadi terlalu berspekulasi saat memutuskan merubah
rute menuju kota Atlantic City. Jika saya teruskan menuju
Atlantic City, saya akan kemalaman tiba di New York. Ini bisa
menjadi hal yang tidak menguntungkan. Selain karena hari sudah
gelap, juga saya belum familiar dengan sistem jalan di New York,
yang konon sangat semrawut dibandingkan kota-kota lain di
Amerika.
Akhirnya
saya putuskan untuk tidak mengambil resiko itu. Lebih baik
kembali menuju ke barat mumpung belum terlalu jauh ke arah
Atlantic City. Menyadari kemungkinan hari sudah mulai malam saat
memasuki kota New York nanti, dan pasti tidak memungkinkan untuk
mengemudi sambil melirik peta, maka rute jalan yang menuju hotel
di New York saya hafalkan. Termasuk nama jalan, arah, dan
perempatan yang akan saya lalui.
Dari
kota kecil Blackwood ini saya kembali menuju ke arah Interstate
95. Sekitar setengah perjalanan, saya melihat ada jalan yang
lebih singkat, yaitu melalui jalan tembus bebas hambatan New
Jersey Turnpike. Jalan tembus ini sejajar dengan Interstate 295
dan Interstate 95 yang masing-masing berada di sebelah timur dan
sisi barat sungai Delaware. Selanjutnya saya akan terus ke utara
mengikuti jalan tembus yang membelah negara bagian New Jersey ini
hingga bertemu lagi dengan Interstate 95 sampai ke kota Newark.
Newark
adalah kota terbesar di negara bagian New Jersey yang dijuluki
sebagai Garden State dengan ibukotanya di Trenton.
Ketika jalan tembus ini bergabung kembali dengan Interstate 95,
cuaca berubah menjadi mendung dan akhirnya turun hujan deras.
Saat itu menunjukkan sekitar jam 7:00 sore. Hari yang sebenarnya
masih cukup terang tentu saja berubah menjadi remang karena hujan
lebat.
Hingga
saya tiba di kota Newark, hujan masih juga belum reda meskipun
tidak lagi deras. Lalu lintas di jalan bebas hambatan empat-lima
lajur ini menjadi semakin padat. Selain oleh kendaraan kecil juga
mulai banyak berbarengan dengan truck-truck besar pembawa
kontainer-kontainer raksasa. Saya menjadi semakin hati-hati dan
tidak berani melaju terlalu cepat.
Tiba
di kota Newark, artinya sebentar lagi saya akan memasuki wilayah
negara bagian New York. Dari Interstate 95 saya lalu membelok ke
Interstate 495 yang menuju New York City. Melalui jalan memutar
(ramp) turun, kemudian masuk ke terowongan Lincoln (Lincoln
Tunnel) sebelum tiba di wilayah Manhattan, New York City. Keluar
dari terowongan ini saya membayar toll yang terakhir.
Sejak dari Washington DC tadi sudah empat kali saya membayar toll,
setiap kali melalui jalan toll bebas hambatan, jembatan
atau terowongan.
Hari
memang sudah mulai gelap. Saat keluar dari terowongan, kendaraan
berjalan perlahan karena antri membayar toll.
Kekhawatirkan saya sebelumnya kini terjadi, ketika sudah mendekat
ke pintu toll saya baru melihat bahwa saya berada di
antrian yang menuju ke lajur yang salah. Saya sempat bimbang,
kalau saya teruskan jangan-jangan nanti harus memutar-mutar untuk
kembali ke arah yang benar. Sedang kalau saya berpindah antrian,
pasti akan digerundeli (diomelin) sopir-sopir di
belakang.
Daripada
kehilangan waktu untuk putar-putar, saya nekad menyalakan lampu sign
kanan dan berpindah antrian. Benar saja, dari belakang langsung
berbunyi klakson. Saya maklum. Untung saja kendaraan yang ada di
antrian di samping kanan saya berbaik hati memberi jalan saya
untuk masuk di depannya. Barangkali karena melihat plat nomor
mobil saya sehingga dia tahu saya pasti orang baru di New York,
atau dia tahu saya orang bingung.
Apapun
pertimbanganya orang itu, saya pantas berterima kasih. Saya lalu
membuka jendela dan melambaikan tangan sebagai pengganti ucapan
terima kasih. Dalam hati saya berharap, mudah-mudahan suatu
ketika saya dapat juga berbaik hati kepada orang lain seperti
orang itu. Kalau tidak di Amerika, ya di Indonesia. Tapi apa
mungkin? Apa malah bukan saya yang nantinya akan diomelin
orang yang di belakang saya?
Hampir
malam di New York. Waktu menunjukkan sekitar jam 9:30 malam.
Seharusnya belum terlalu gelap kalau saja tidak hujan, karena
matahari baru terbenam menjelang jam 9:00 malam. Negara bagian
New York mempunyai nama julukan sebagai The Empire
State beribukota di Albany, sedangkan New York City adalah
kota terbesarnya. New York adalah negara bagian ke-15 di hari
kelima perjalanan saya, setelah sebelumnya melewati negara bagian
Delaware, Pennsylvania dan New Jersey.
Saya
lalu mengikuti rute yang sudah saya hafal sorenya tadi untuk
langsung menuju hotel yang sudah saya pesan. Lalu lintas kota New
York masih ramai dan padat. Mulai saya merasakan semrawutnya kota
New York, terutama di daerah Manhattan ini. Dikatakan semrawut
karena pembandingnya adalah kota-kota besar lainnya di Amerika.
Padahal kalau pembandingnya adalah Jakarta, mungkin orang yang
mengatakan semrawut akan berubah pikiran.
Kota manapun
pembandingnya, yang jelas perusahaan jasa bantuan perjalanan AAA
memberikan nasehat singkat bagi mereka yang belum terbiasa
berkendaraan di Manhattan, yaitu : Dont.
Lho? Maksudnya tentu lebih baik tidak nyopiri
kendaraan sendiri jika berada di Manhattan. Malah nasehat itu
masih ditambah dengan pesan : Pintu mobil supaya selalu
terkunci.- (Bersambung)
Yusuf Iskandar
Satu
sudut jalan di New York